Gustav Rahman yang biasa hidup berkecukupan di Indonesia harus menerima kenyataan untuk menjadi petani di negeri asalnya RRC di propinsi Guangdong tahun 1966, pada masa awal revolusi kebudayaan Mao Zedong.
Pengetahuannya yang sangat luas tentang perdagangan, bahasa dan ilmu jurnalistik tidak dianggap sama sekali. Ia mesti mencangkul, membajak sawah, menanam bibit, mengairi sawah, menjaga tanaman dari hama pada dan panen. Ia bersama istrinya dan tiga orang anaknya diberi rumah sangat sederhana dekat sawah. Mereka bersahabat baik dengan tikus, nyamuk dan belalang.
Bereka berlima setiap hari di beri jatah makan tiga kali. Tetapi ia sangat menderita karena makannya sangat sedikit. Pagi makan semangkok bubur tanpa lauk sama-sekali. Siang, masih bubur berikut enam potong sayur sawi hijau dan sekerat ikan rebu. Malam, bubur lagi berikut dua potong lobak, delapan butir kacang tanah rebus.
Dalam keadaan sangat sulit, dimana Revolusi Kebudayaan sangat ngawur, dan terjadi amuk hantam antar kelompok di RRC, gustav diam-diam berusaha keluar dari propinsi Guangdong, kesempatan itu terbuka pada tahun 1971. Dengan memompa semangat dan mengumpulkan segenap nyalinya, ia berhasil menyelundup keluar Guangdong dan lolos masuk ke makao dan mereka sekeluarga ditampung teman lama gustav.
Gustav memulai babak baru kehidupannya di makao. Ketika itu ia sudah berumur 40 tahun dan istrinya 36 tahun. Ia mulai membangun karirnya sebagai tukang batu, mandor bangunan, pengawas kualitas bangunan, lalu naik menjadi manajer pemasaran, general manajer dan assisten direktur. Sampai disini diusianya 43 tahun, karirnya berhenti. Sebab yang menjadi Direktur adalah bosnya sendiri.
Gustav bertekad bekerja dua tahun lagi sambil mengumpulkan uang dan membangun jaringan sebanyak mungkin. Genap dua tahun, secara kebetulan ia berjumpa dengan seorang usahawan Indonesia yang pernah ia Bantu di Jakarta. Usahawan ini yang mengerti jasa besar Gustav memberi gustav modal 230.000 dollar AS.
Dari modal inilah plus tabungan yang ia miliki, Gustav membeli tanah seluas 2.000 meter persegi. Lalu ia membangun empat apartemen delapan lantai.
Titik awal kesuksesan
Menyadari bahwa inilahproyeknya yang pertama, dan inilah masa penentuan apakah ia akan bangkit atau terpuruk ke titik nol, gustav bertrung habis-habisan. Ia mengerahkan seluruh energinya untuk membangun apartemen yang sangat atraktif. Ia sendiri turun membangun dan juga memasarkan apartemen, sementara istrinya sebagai sekretaris dan tenaga sales yang handal.
Akan tetapi tidak disangka, proyek properti Gustav ini laris manis bagai kacang goring hangat. Jauh lebih laris dari proyek mantan bos Gustav. Mantan wartawan ini meraih keuntungan dua kali lipat dari modal proyek.
Tumbuhnya Kepercayaan Diri
Dari sini Gustav mendapat pijakan dan kepercayaan diri lebih besar. Ia membeli tanah 10.000 meter persegi, dan kembali membangun enam apartemen 15 lantai. Untuk yang kedua kalinya ini ia kembali meraih kesuksesan besar. Perusahaan Gustav terus berkembang, dan ia tidak lagi hanya bergerak di bidang property, tetapi juga dalam beberapa jenis industri.
Ketika sudah mapan, Gustav mengajak anak-anaknya meneruskan usahanya itu. Ia tidak khawatir usha yang dibangun dari titik nol akan kembali ke titik nol lagi, karena ia sudah merasa cukup memberi bekal pengetahuan kepada anak-anaknya.
Dua hal yang tidak mudah ia wariskan adalah kreativitas dan nyali. Dua aspek ini sulit diajarkan sebab banyak tergantung pada talenta masing-masing. Tentang kreativitas, ia tularkan dengan cara hanya memberi contoh, dan memberi kesempatan anak-anak itu berkreasi. Sebagai orang tua, ia berjalan di belakang. Jikalau anaknya berjalan lurus, ia beri semangat. Sebaliknya jika miring kesana kemari ia ajak kembli berjalan lurus.
sumber : kompas
Catatan kak roni:
Untuk meraih kesuksesan bisnis, tidak hanya dibutuhkan nyali, kreativitas, modal, inovasi, dan diferensiasi, tetapi juga jaringan relasi yang luas. Ini aspek yang kerap diabaikan para pemilik bisnis, dan pada titik ini pula banyak pengusaha terjebak.
Bagaimana tanggapan anda..??
Dan saya kak roni SALAM SUKSES LUAR BIASA